PAI masih menjadi mata pelajaran yang tidak dianggap penting oleh siswa. Sehingga perhatian siswa hanya terfokus pada mata pelajaran yang masuk dalam ujian nasional. Oleh karena itu perlu segera dicarikan solusi mengatasinya apalagi mengingat PAI dalam kurikulum 2013 memiliki peluang yang besar, dengan cara meningkatkan keterampilan metodologi dan penguasaan teknologi. Metodologi berkaitan dengan cara menyampaikan materi sementara teknologi berkaitan dengan media yang digunakan. Jika kedua hal tersebut dimiliki oleh seorang guru, maka pembelajaran PAI akan lebih menarik dan menyenangkan
Kata kunci :
Pendidikan Agama Islam, Menarik.
Pendahuluan
Dalam berbagai kesempatan pelatihan, para guru PAI selalu mengutarakan persoalan yang dihadapi di sekolah mulai dari fasilitas sekolah yang minim, lingkungan masyarakat yang tidak kondusif, jam PAI yang sedikit, hingga perhatian siswa yang hanya terfokus pada mata pelajaran yang di-UN-kan.
Permasalahan yang dihadapi oleh para guru PAI tersebut khususnya yang terkait dengan rendahnya perhatian siswa terhadap mata pelajaran PAI sangat menarik untuk diangkat dan dijadikan bahan kajian guna menemukan solusi pemecahannya.
Memang mata pelajaran PAI selama ini cenderung hanya sebagai pelengkap kurikulum sekolah guna memenuhi amanah UU Sisdiknas. Bahkan bukan hanya siswa saja yang memiliki perhatian yang rendah terhadap mata pelajaran PAI, tetapi juga pemerintah, guru, dan para orang tua. Baik pemerintah, guru, para orang tua, maupun siswa semua lebih memperhatikan dan mengutamakan mata pelajaran yang di-UN-kan. Berbagai bimbel, try out diikuti oleh siswa, bahkan sekolah pun menambah jam belajar bagi siswa yang akan menghadapi UN.
Ditengah kondisi demikian, mata pelajaran PAI menjadi tersampingkan. PAI menjadi pelajaran yang tidak menarik perhatian siswa. Oleh karena itu perlu pemikiran dan terobosan baru untuk menciptakan pembelajaran PAI agar menarik. Bagaimana menjadikan PAI menarik ? adalah fokus bahasan artikel ini.
Peluang dan Tantangan PAI dalam Kurikulum 2013
Beberapa kebijakan dalam kurikulum 2013 cukup memberikan harapan terhadap kemajuan pendidikan agama bagi siswa di sekolah. Kebijakan yang mendukung pendidikan agama di sekolah antara lain dapat dilihat dari adanya sinergitas antara semua guru di sekolah dalam membina akhlak dan budi pekerti. Setiap guru mata pelajaran diikat dengan KI1 (sikap spritual) dan KI2 (sikap sosial). Dengan kata lain bahwa tanggung jawab pendidikan akhlak sesungguhnya bukan hanya dipundak guru PAI saja tetapi semua guru. Jika selama ini terjadi kenakalan siswa misalnya yang dipersalahkan hanyalah guru PAI saja, maka dengan diberlakukan kurikulum 2013 semua guru memiliki tanggung jawab yang sama.
Demikian pula pembelajaran PAI selama ini lebih menekankan pada aspek kognitif semata, sebagaimana yang diungkapkan oleh Amin Abdullah, bahwa pembelajaran pendidikan agama yang berjalan hingga sekarang lebih banyak terfokus pada persoalan-persoalan teoritis keagamaan yang bersifat kognitif semata. Pendidikan Agama terasa kurang terkait atau kurang concern terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yang bersifat kognitif menjadi “makna” dan “nilai” yang perlu diinternalisasikan dalam diri peserta didik lewat berbagai cara, media dan forum. (Kasinyo Harto, 2009 : 2-3). Dengan diberlakukan kurikulum 2013 pembelejaran PAI menuntut tujuan yang komprehensip meliputi ranah afektif, kognitif, dan psikomotor secara proporsional. Hal ini diwujudkan dengan penekanan pada penilaian autentik. Yaitu penilaian yang tidak hanya menilai pengetahuan saja tetapi juga sikap dan psikomotor. Penilaian yang tidak hanya melihat pada hasil belajar saja, tetapi juga pada proses. Penilaian yang melihat kondisi siswa secara utuh dan apa adanya.
Selain itu dalam kurikulum 2013 jumlah jam PAI bertambah semula untuk SD dari 2 jam menjadi 4 jam, SMP dari 2 jam menjadi 3 jam dan SMA dari 2 jam menjadi 3 jam. Bertambahnya jam PAI tersebut secara langsung menjawab persoalan tentang sedikitnya alokasi jam PAI yang selama ini menjadi persoalan bagi guru PAI. Namun disisi lain menjadi tantangan tersendiri. Jika selama ini dengan waktu 2 jam siswa menjadi jemu dan bosan, maka dengan bertambahnya jam menjadi 3-4 jam menjadi tantangan tersendiri bagi guru.
Beberapa fakta di atas, adalah peluang yang besar bagi keberhasilan PAI di sekolah. Namun meskipun demikian masih terdapat tantangan yang perlu segera dicarikan solusinya berkaitan dengan kurangnya perhatian siswa terhadap mata pelajaran PAI.
Secara global ada kecendrungan terjadinya perubahan pola pikir (mindset) masyarakat pengguna pendidikan, yaitu dari yang semula mereka belajar dalam rangka meningkatkan kemampuan intelktual, moral, fisik, dan fisikisnya, berubah menjadi belajar untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang besar. Saat ini, sebelum seseorang belajar atau masuk kuliah, misalnya, terlebih dahulu bertanya, “Nanti setelah lulus menjadi apa? dan, Berapa gajinya?”
Program-program study yang tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut baik secara lansung maupun tidak lansung, dengan sendirinya akan terpinggirkan atau tidak diminati. sedangkan program-program study yang menawarkan pekerjaan dan penghasilan yang besar bagi lulusannya, akan sangat diminati.
Kecenderungan tersebut menjadikan mata pelajaran PAI sebagai mata pelajaran yang tidak penting bagi siswa. Siswa lebih banyak memfokuskan pada mata pelajaran yang akan di-UN-kan dan mata pelajaran yang terkait dengan kebutuhan dunia kerja.
Oleh karena itu, para guru PAI hendaknya selalu mencari jawaban terhadap persoalan tersebut dengan cara menjadikan mata pelajaran PAI sebagai mata pelajaran yang penting dan dibutuhkan bagi siswa kemudian diikuti dengan proses pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Dengan cara seperti itu diharapkan mata pelajaran PAI mendapat perhatian yang sama oleh siswa diantara mata pelajaran lainnya. Untuk itu dua hal yang perlu segera dilakukan oleh para guru :
- Meningkatkan keterampilan metodologi
Guru adalah keberhasilan proses pembelajaran. Menurut Mulyasa upaya perbaikan apapun yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan memberikan sumbangan yang signifikan tanpa didukung oleh guru yang berkualitas (E. Mulyasa, 2007: 5). Salah satu indikator guru yang berkualitas adalah penguasaan terhadap metodologi pembelajaran, yang saat ini masih menjadi sesuatu yang asing.
Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa tingkat penguasaan bahan ajar dan keterampilan dalam menggunakan metode pembelajaran yang inovatif masih kurang.. Para guru lebih banyak menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi pelajaran. (http://www.suaramerdeka.com)
- Penguasaan teknologi informasi
Sistem information and communication technology (ICT) sudah bukan merupakan barang baru lagi, di kalangan anak-anak media internet sudah cukup familiar. Hal ini terbukti dari banyaknya peserta didik baik itu tingkat SD, SMP, maupun SMA yang memiliki e-mail, friendster, facebook, twitter, dan juga blog. Saat ini hampir setiap siswa dapat mengakses fasilitas internet dengan mudah baik di lingkungan sekolah atau di luar sekolah.
Sayangnya kemampuan guru dalam memanfaatkan ICT dalam pembelajaran masih sangat rendah. Rendahnya kemampuan guru dalam menggunakan ICT ini terlihat dari sangat seditkitnya guru yang bisa mengoperasikan komputer, sedikitnya guru yang bisa internet termasuk yang memiliki e-mail, facebook, blog, dan lain-lain. Padahal di era globalisasi sekarang ini penggunaan atau pemanfaatan teknologi sangatlah penting, termasuk untuk pembelajaran PAI.
Pembelajaran PAI akan lebih menarik jika penyampaianya dilakukan dengan bervariasi termasuk dengan menggunakan media berbasis ICT seperti facebook, blog, twiter, dan lain sebagainya.
Merancang Pembelajaran Yang Menarik
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata menarik yang sesuai dalam konteks ini adalah: (1) menyenangkan (menggirangkan hati, menyukakan); dan (2) mempengaruhi atau membangkitkan hasrat untuk memperhatikan (Depdikbud, 2002:1145). Dengan demikian, merujuk pada pengertian kamus tersebut, pembelajaran yang menarik mencakup dua unsur, yaitu: siswa senang dan siswa memperhatikan. Atau dengan kata lain, pembelajaran yang menarik adalah pembelajaran yang menyenangkan hati sehingga siswa mau memperhatikan.
Tentu saja pengertian demikian kurang lengkap. Dalam proses pembelajaran, siswa memang harus senang dan memperhatikan. Tetapi kalau ini ukurannya (siswa senang dan memperhatikan), mungkin tujuan pembelajaran tidak tercapai. Pasalnya, siswa bisa saja bertindak “seolah-olah” (seolah-olah senang atau seolah-olah memperhatikan) untuk membuat guru merasa senang (sehingga tidak marah-marah kepada siswa?).
Apalagi jika guru hanya memilih salah satu saja : siswa senang atau siswa memperhatikan. Jika ini yang terjadi, maka guru boleh jadi hanya mengajar siswa dengan menyanyi dan tepuk tangan; atau guru bertindak keras dengan memberikan hukuman bagi siswa yang tidak memperhatikan atau gagal mencapai tujuan belajar.
Sebuah dialog antara seorang guru dan siswa SD di suatu sekolah menyimpulkan tentang pembelajaran yang menarik yakni pembelajaran yang di dalamnya ada cerita, ada nyanyian, ada tantangan, dan ada pemenuhan rasa ingin tahu siswa. Gurunya santai dan humoris, namun memiliki kesungguhan dalam membantu siswa menguasai materi pelajaran melalui cara-cara yang mudah, cepat, dan menyenangkan. Gurunya mengerti dan memahami kondisi siswa, serta memberikan perhatian penuh kepada kelas. Selain itu guru juga memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk maju dan berkembang, tidak hanya pada siswa-siswa tertentu saja.
Pendapat siswa tentang pembelajaran yang menarik di atas jelas lebih menyeluruh. Pembelajaran yang di dalamnya ada cerita atau nyanyian atau tantangan yang “terjangkau” tentu saja akan membangkitkan hasrat siswa untuk mengikutinya karena pada umumnya siswa suka dengan cerita atau nyanyian atau tantangan.
Namun pembelajaran yang menarik bukanlah sekadar menyenangkan yang tanpa target. Ada sesuatu yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran, yaitu pengetahuan atau keterampilan baru. Jadi, pembelajaran yang menarik haruslah memfasilitasi siswa untuk berhasil mencapai tujuan pembelajaran secara optimal, dengan cara yang mudah, cepat, dan menyenangkan; dan, pendapat ini justru disampaikan oleh siswa.
Adapun manfaat dari pembelajaran yang menarik tersebut antara lain dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan beban psikiologis siswa, tentunya akan mengefektifkan sekaligus mengefisienkan aktivitas belajar-mengajar di kelas. Kita menyadari bahwa pembelajaran yang efektif dan efisien membutuhkan kerja sama yang kompak antara guru dan siswa. Dalam proses pembelajaran itu harus terjadi interaksi yang intensif antar berbagai komponen sistem pembelajaran (guru, siswa, materi belajar, lingkungan). Lebih-lebih jika kita menginginkan proses pembelajaran yang standar, yaitu proses pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik sebagaimana diamanatkan oleh pasal 19 ayat (1) PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, jelas, pertama-tama pembelajaran harus menarik.
Syarat pembelajaran menarik
Untuk mewujudkan pembelajaran yang menarik (sekaligus efektif dan efisien), William Watson Purkey dalam artikelnya berjudul “Preparing Invitational Teachers for Next-Century Schools”(dalam Slick, 1995:1-3) menyarankan empat hal yang harus ada dan dipenuhi dalam setiap proses pembelajaran, demi untuk memberikan tujuan dan arah yang jelas. Keempat hal dasar tersebut meliputi: kepercayaan (trust), rasa hormat (respect), optimisme (optimism), dan kesengajaan (intentionality).
Kepercayaan. Proses pembelajaran seyogyanya merupakan kegiatan bersama dan saling mendukung antara guru dan siswa, di mana proses sama pentingnya dengan produk. Dalam praktik pembelajaran harus terjadi suatu pengenalan atas “saling ketergantungan” di antara sesama manusia. Ungkap dia: “Attempting to teach students without involving them in the process is a lost cause.” Bahkan andaikata usaha untuk membuat siswa melakukan apa yang diinginkan oleh guru tanpa kerja sama mereka dianggap berhasil, energi yang dihabiskan oleh guru biasanya tidak sepadan dengan apa yang dicapai.
Rasa hormat. Rasa hormat dapat diwujudkan dengan kepedulian yang mendalam kepada para siswa dan perilaku yang memadai yang ditunjukkan oleh guru. Harus dipahami bahwa setiap orang pasti mampu, bernilai, dan cakap untuk menjadi bertanggung jawab; dan mereka harus diperlakukan secara benar. Rasa “saling-menghormati” di antara guru dan siswa, adalah dasar bagi terbangunnya tanggung jawab bersama, sebagai unsur sangat penting yang harus ada dalam setiap kelas.
Optimisme. Setiap orang mempunyai potensi yang tak terbatas. Keunikan manusia adalah tidak-adanya batasan yang jelas mengenai potensi yang telah ditemukan. Pembelajaran yang menarik tidak akan ada artinya apabila optimisme mengenai potensi manusia terabaikan.
Kesengajaan. Potensi manusia dikenali terutama dengan tempat, proses, dan program yang dirancang untuk merangsang perkembangan; dan ini dapat dilakukan guru yang dengan sengaja membuat dirinya menarik, bagi diri sendiri dan orang lain, secara pribadi maupun secara profesional.
Pendekatan Pembelajaran
Ada beberapa pendekatan atau model bagi penyelenggaraan proses pembelajaran yang menarik. Misalnya: CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) atau PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Atau yang berasal dari mancanegara (dari buku terjemahan), seperti: “Quantum Teaching” (DePorter, 2001), ”Accelerated Learning” (Meier, 2002).
Guru dapat mempraktikkan model atau pendekatan pembelajaran seperti disebutkan di atas, termasuk dari buku-buku terjemahan, dengan penyesuaian tertentu. Boleh juga guru merancang model sendiri, atau memodifikasi model yang sudah ada dan disesuaikan dengan kondisi lapangan. Namun, model apa pun yang digunakan, unsur-unsur seperti yang disarankan oleh Purkey dan pendapat siswa di atas harus dipenuhi.
Yang harus dipahami, model atau pendekatan itu hanya alat. Semua kembali kepada siapa yang menggunakan (the man behind the gun). Sebagus apa pun alatnya, kalau tidak didukung dengan kemampuan dan kemauan pemakainya, alat itu tidak banyak gunanya. Dan untuk hal-hal yang menyangkut peningkatan mutu pendidikan, kembalinya adalah pada guru sebagai pelaksana di lapangan, yaitu guru yang berkualitas dan memiliki komitmen tinggi untuk membantu siswa mencapai keberhasilan.
Komitmen di antaranya dipengaruhi oleh kedalaman pemahaman dan keluasan wawasan tentang hal-hal yang terkait dengan tugas. Jika guru memiliki pemahaman dan wawasan yang baik tentang tugasnya, ia akan memiliki komitmen yang baik pula. Jadi dengan banyak membaca, melihat, merenung atau merefleksi diri, berdiskusi dengan teman sejawat termasuk dengan siswa, atau melakukan penelitian tentang keberhasilan pembelajaran, guru akan mampu menyelenggarakan pembelajaran yang menarik.
Media Pembelajaran
Pemanfaatan media dalam pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, meningkatkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan berpengaruh secara psikologis kepada siswa (Hamalik, 1986). Sudjana dan Rivai (1992) mengemukakan beberapa manfaat media dalam proses belajar siswa, yaitu: (i) dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa karena pengajaran akan lebih menarik perhatian mereka; (ii) makna bahan pengajaran akan menjadi lebih jelas sehingga dapat dipahami siswa dan memungkinkan terjadinya penguasaan serta pencapaian tujuan pengajaran; (iii) metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata didasarkan atas komunikasi verbal melalui kata-kata; dan (iv) siswa lebih banyak melakukan aktivitas selama kegiatan belajar, tidak hanya mendengarkan tetapi juga mengamati, mendemonstrasikan, melakukan langsung, dan memerankan.
Beberapa media yang dapat digunakan oleh guru PAI dalam pembelajaran antara lain;
1) Video;
Video sebenarnya berasal dari bahasa Latin, video-vidi-visum yang artinya melihat (mempunyai daya penglihatan); dapat melihat (K. Prent dkk., Kamus Latin-Indonesia, 1969: 926). Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan video dengan: 1) bagian yang memancarkan gambar pada pesawat televisi; 2) rekaman gambar hidup untuk ditayangkan pada pesawat televisi. Dari dua definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa video itu berkenaan dengan apa yang dapat dilihat, utamanya adalah gambar hidup (bergerak; motion), proses perekamannya, dan penayangannya yang tentunya melibatkan teknologi.
Ada banyak kelebihan video ketika digunakan sebagai media pembelajaran di antaranya menurut Nugent (2005) dalam Smaldino dkk. (2008: 310), video merupakan media yang cocok untuk pelbagai milliu pembelajaran, seperti kelas, kelompok kecil, bahkan satu siswa seorang diri sekalipun. Hal itu, tidak dapat dilepaskan dari kondisi para siswa saat ini yang tumbuh berkembang dalam dekapan budaya televisi, di mana paling tidak setiap 30 menit menayangkan program yang berbeda. Dari itu, video dengan durasi yang hanya beberapa menit mampu memberikan keluwesan lebih bagi guru dan dapat mengarahkan pembelajaran secara langsung pada kebutuhan siswa.
Selain itu, menurut Smaldino sendiri, pembelajaran dengan video multi-suara bisa ditujukan bagi beragam tipe pebelajar. Teks bisa didisplay dalam aneka bahasa untuk menjelaskan isi video. Beberapa DVD bahkan menawarkan kemampuan memperlihatkan suatu objek dari pelbagai sudut pandang yang berbeda. Disc juga memberikan fasilitas indeks pencarian melalui judul, topik, jejak atau kode-waktu untuk pencarian yang lebih cepat.
Video juga bisa dimanfaatkan untuk hampir semua topik, tipe pebelajar, dan setiap ranah: kognitif, afektif, psikomotorik, dan interpersonal. Pada ranah kognitif, pebelajar bisa mengobservasi rekreasi dramatis dari kejadian sejarah masa lalu dan rekaman aktual dari peristiwa terkini, karena unsur warna, suara dan gerak di sini mampu membuat karakter berasa lebih hidup. Selain itu menonton video, setelah atau sebelum membaca, dapat memperkuat pemahaman siswa terhadap materi ajar.
Pada ranah afektif, video dapat memperkuat siswa dalam merasakan unsur emosi dan penyikapan dari pembelajaran yang efektif. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari potensiemosional impact yang dimiliki oleh video, di mana ia mampu secara langsung membetot sisi penyikapan personal dan sosial siswa. Membuat mereka tertawa terbahak-bahak (atau hanya tersenyum) karena gembira, atau sebaliknya menangis berurai air mata karena sedih. Dan lebih dari itu, menggiring mereka pada penyikapan seperti menolak ketidakadilan, atau sebaliknya pemihakan kepada yang tertindas.
Pada ranah psikomotorik, video memiliki keunggulan dalam memperlihatkan bagaimana sesuatu bekerja. Misalnya dalam mendemons-trasikan bagaimana tatacara merangkai bunga, membuat origami pada anak-anak TK, atau memasak pada pelajaran tataboga dan lain sebagainya. Semua itu akan terasa lebih simpel, mendetail, dan bisa diulang-ulang. Video pembelajaran yang merekam kegiatan motorik siswa juga memberikan kesempatan pada mereka untuk mengamati dan mengevaluasi kerja praktikum mereka, baik secara pribadi maupun feedback dari teman-temannya.
Sedangkan pada ranah meningkatkan kompetensi interpersonal, video memberikan kesempatan pada mereka untuk mendiskusikan apa yang telah mereka saksikan secara berjama’ah. Misalnya tentang resolusi konflik dan hubungan antar sesama, mereka bisa saling mengobservasi dan menganalisis sebelum menyaksikan tayangan video.
2) Poster
Menurut Sudjana dan Rivai (2002:51) poster adalah sebagai kombinasi visual dari rancangan yang kuat, dengan warna, dan pesan dengan maksud untuk menangkap perhatian orang yang lewat tetapi cukup lama menanamkan gagasan yang berarti didalam ingatannya. Poster disebut juga plakat, lukisan atau gambar yang dipasang telah mendapat perhatian yang cukup besar sebagai suatu media untuk menyampaikan informasi, saran, pesan dan kesan, ide dan sebagainya.
Dapat dikatakan Poster atau plakat adalah karya seni atau desain grafis yang memuat komposisi gambar dan huruf di atas kertas berukuran besar. Pengaplikasiannya dengan ditempel di dinding atau permukaan datar lainnya dengan sifat mencari perhatian mata sekuat mungkin. Karena itu poster biasanya dibuat dengan warna-warna kontras dan kuat.
Poster mampu mempengaruhi perilaku, sikap dan tata nilai masyarakat untuk berubah atau melakukan sesuatu. Hal yang membuat poster memiliki kekuatan untuk dicerna oleh orang yang melihat karena poster lebih menonjolkan kekuatan pesan, visual dan warna. Di masyarakat, poster banyak digunakan untuk kepentingan propaganda bisnis, promosi, sosial dan penanaman-penanaman nilai. Misalnya poster yang bertema tentang dilarang merokok, hindari obat-obatan terlarang, membeli produk dalam negeri, membeli produk sebuah perusahaan tertentu, gerakan orang tua asuh, gerakan keluarga berencana, budayakan membayar pajak, dan lain-lain. Dengan visualisasi yang kuat dan menyentuh, banyak masyarakat yang tergerak hatinya untuk melakukan seperti yang di informasikan dalam poster.
Poster mampu mempengaruhi perilaku, sikap dan tata nilai masyarakat untuk berubah atau melakukan sesuatu. Hal yang membuat poster memiliki kekuatan untuk dicerna oleh orang yang melihat karena poster lebih menonjolkan kekuatan pesan, visual dan warna. Di masyarakat, poster banyak digunakan untuk kepentingan propaganda bisnis, promosi, sosial dan penanaman-penanaman nilai. Misalnya poster yang bertema tentang dilarang merokok, hindari obat-obatan terlarang, membeli produk dalam negeri, membeli produk sebuah perusahaan tertentu, gerakan orang tua asuh, gerakan keluarga berencana, budayakan membayar pajak, dan lain-lain. Dengan visualisasi yang kuat dan menyentuh, banyak masyarakat yang tergerak hatinya untuk melakukan seperti yang di informasikan dalam poster.
Poster disediakan guru baik dengan cara membuat sendiri maupun dengan cara membeli / menggunakan yang sudah ada. Dalam penggunannya poster di pasang di tengah kelas pada saat dibutuhkan dan ditanggalkan lagi setelah pembelajaran selesai. Misalnya guru mengajarkan siswa tentang tata cara berwudhu atau shalat. Kemudia guru memasang sebuah poster tentang wudhu atau shalat. Guru menugaskan siswa untuk mengamati poster tersebut lalu kemudian siswa diperintahkan untuk menirukan langkah-langkah berwudhu atau shalat berdasarkan poster tersebut.
3. Flash Card
Flashcard adalah media pembelajaran dalam bentuk kartu bergambar yang berukuran 25X30cm. gambar-gambarnya dibuat menggunakan tangan atau foto, atau memanfaatkan gambar/foto yang sudah ada yang ditempelkan pada lembaran-lembaran flashcard. Gambar-gambar pada flashcard merupakan rangkaian pesan yang disajikan dengan keterangan setiap gambar yang dicantumkan pada bagian belakangnya. Flashcard hanya cocok untuk kelompok kecil siswa tidak lebih dari 30 orang siswa. Kelebihan flashcard antara lain mudah dibawa, praktis, gampang diingat, menyenangkan.
a. Cara Pembuatan
1) Siapkan kertas yang agak tebal seperti kertas duplek atau dari bahan kardus. Kertas ini berfungsi untuk menyimpan atau menempelkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2) Kertas tersebut diberi tanda dengan pensil atau spidol dan menggunakan penggaris, untuk menentukan ukuran 25X30 cm
3) Potong-potonglah kertas duplek tersebut dengan gunting atau cutter hingga tepat berukuran 25X30 cm. Buatlah kartu-kartu tersebut sejumlah gambar yang akan ditempelkan atau sejumlah materi yang dibutuhkan.
4) Jika objek gambar langsung dibuat dengan tangan, maka kertas alas tadi perlu dilapisi dengan kertas halus untuk menggambar, misalnya kertas HVS, kertas concord atau kertas karton.
5) Mulailah menggambar dengan menggunakan alat gambar seperti kuas, cat air, spidol, pensil warna, atau membuat desain menggunakan komputer dengan ukuran yang sesuai lalu setelah selesai ditempelkan pada alas tersebut.
6) Jika gambar yang akan ditempel memanfaatkan yang sudah ada, misalnya gambar-gambar yang di jual di toko, majalah, koran, maka selanjutnya gambargambar tersebut tinggal dipotong sesuai dengan ukuran, lalu ditempelkan menggunakan perekat atau lem kertas.
7) Pada bagian akhir adalah memberi tulisan pada bagian belakang kartu-kartu tersebut sesuai dengan nama objek pada halaman muka. Nama-nama ini biasa dengan menggunakan beberapa bahasa misalnya Indonesia dan Inggris.
b. Cara Menggunakan
1) Kartu-kartu yang sudah disusun dipegang setinggi dada dan menghadap ke depan siswa.
2) Cabutlah satu per satu kartu tersebut setelah guru selesai menerangkan
3) Berikan kartu-kartu yang telah diterangkan tersebut kepada siswa yang duduk di dekat guru. Mintalah siswa untuk mengamati kartu tersebut satu per satu, lalu teruskan kepada siswa yang lain sampai semua siswa kebagian.
4) Jika sajian dengan cara permainan, letakkan kartu-kartu tersebut di dalam sebuah kotak secara acak dan tidak perlu disusun, siapkan siswa yang akan berlomba misalnya tiga orang berdiri sejajar, kemudian guru memberikan perintah, misalnya cari gambar orang berwudhu, maka siswa berlari menghampiri kotak tersebut untuk mengambil kartu yang bergambar orang berwhudu’ yang belakangnya bertuliskan tata cara orang berwudhu.
4. Flanelgraf
Flanelgraf adalah media pembelajaran yang berupa guntingan-guntingan gambar atau tulisan yang pada bagian belakangnya dilapisi ampelas. Guntingan gambar tersebut ditempelkan pada papan yang dilapisi flanel yang berbulu sehingga melekat. Ukuran papan flanel adalah 50X75 cm, dipergunakan untuk pembelajaran kelompok kecil 30 orang. Kelebihan Flanelgraf antara lain gambar-gambar yang moveable dapat menarik perhatian siswa, siswa dapat berperan aktif untuk memindahkan objek gambar yang ditempelkan, pembelajaran dapat disetting sesuai dengan kebutuhan yaitu individual
maupun secara kelompok. Dalam setting kelompok siswa bekerja sama dalam menyelesaikan tugas yang diberikan guru, menyusun gambar atau objek tiga dimensi yang ditempelkan pada papan flanel.
a. Cara Pembuatan
1) Siapkan papan triplek yang berfungsi untuk menempelkan gambar-gambar. Pastikan ukuran papan tersebut kurang lebih 50X75cm. Dapat juga membeli papan seperti whiteboard yang sudah jadi.
2) Siapkan bahan flanel yang berbulu atau dapat pula menggunakan karpet dengan bulu tebal, sesuaikan ukurannya dengan papan tersebut, tempelkan dengan menggunakan paku, atau lem.
3) Siapkan gambar-gambar yang akan ditempelkan pada papan flanel tersebut. Untuk menempelkannya, maka gambar tersebut harus dipasang alas yang keras atau bahan amplas. Gambar-gambar tersebut dapat diambil dari majalah, koran, tabloid atau gambar yang dibeli dari toko. Banyaknya gambar yang ditempelkan disesuaikan dengan kebutuhan dan keluasan materi yang disajikan.
b. Cara Menggunakan
1) Mulailah penyajian dengan bercerita terlebih dahulu lalu mulai masuk ke pelajaran pokok, guru berdiri di samping papan flanel
2) Libatkan siswa dalam penyajian, mintalah salah seorang siswa untuk tampil ke depan untuk mengulangi penyajian lalu dilanjutkan dengan diskusi.
3) Menilai alat dan penyajian: apakah gambar-gambar sudah jelas, apakah penyajiannya tampak menarik, apakah dipahami isi pesan yang disajikan
5. Bulletin board
Bulletin board adalah papan yang khusus digunakan untuk mempertunjukkan contoh-contoh pekerjaan siswa, gambar, bagan, poster, dan objek dalam bentuk tiga dimensi. Pada umumnya Bulletin board berukuran 160X80 cm. Kelebihan bulletin board antara lain dapat menciptakan minat belajar, dan minat berkarya pada diri siswa, mempersatukan semangat kelas dengan membangkitkan rasa memiliki bersama dan tanggung jawab bersama, mendorong siswa untuk berkarya dan menciptakan produk, berinisiatif memecahkan masalah dan sebagai sarana berkompetisi. Antara kelas dalam satu sekolah akan saling berlomba untuk menunjukkan hasil yang terbaik yang disajikan dalam Bulletin board. Hal ini bernilai positif karena siswa akan berlomba untuk menjadi yang terbaik.
a. Cara Pembuatan Bulletin Board
1) Bulletin board hampir sama dengan white board baik dari sisi bentuk maupun ukurannya tapi bahan pada bagian muka dapat berupa papan yang dicat dengan warna yang sesuai, dilapisi bahan flanel atau karpet atau steryoform. Bahan dasar bulletin board dapat membuat sendiri atau juga dapat membeli yang sudah jadi dengan ukuran yang standar.
2) Untuk lebih menarik, perlu dicat dengan warna-warni, dan pada bagian pinggirnya diberi bingkai yang sesuai supaya kelihatan rapih. Untuk mejaga keamanan karya yang dipajang, kalau perlu dipasang juga kaca yang disertai dengan kunci pengaman.
3) Berilah judul yang menarik dengan warna yang mencolok dan ukuran yang besar sehingga terlihat dengan jelas. Judul yang dimaksud adalah judul Bulletin board misalnya “Karya Kita”, “Media Ceria” dan lain-lain.
4) Kumpulkanlah bahan-bahan berupa gambar, kartun, objek, buku, poster, dan lainlain. Siapkan juga alat-alat untuk menempelkannya seperti lem, paku payung gunting, cat warna.
5) Tempelkan bulletin board sesuai dengan fungsinya, jelas terlihat dari berbagai arah. Dapat ditempelkan di dalam kelas, didepan kelas, di kantor atau di jalan keluar masuk ruangan atau koridor. Supaya terlihat terang, tempatkan disekitarnya banyak cahaya matahari atau menggunakan lampu sorot.
6. Multi media dengan powerpoint
Powerpoint salah satu software yang dirancang khusus untuk mampu menampilkan program multimedia dengan menarik, mudah dalam pembuatan, mudah dalam penggunaan dan relatif murah, karena tidak membutuhkan bahan baku selain alat untuk penyimpanan data (data storage). Kelebihan Power point antara lain: dapat menyajikan teks, gambar, film, sound efek, lagu, grafik, dan animasi sehingga menimbulkan pengertian dan ingatan yang kuat, mudah direvisi, mudah disimpan dan efisien, dapat dipakai berulang-ulang, dapat diperbanyak dalam waktu singkat dan tanpa biaya, dapat dikoneksikan dengan internet. Prosedur pembuatan media power point adalah:
- Identifikasi program, hal ini dimaksudkan untuk melihat kesesuaian antara program yang dibuat dengan materi, sasaran (siswa) terutama latar belakang kemampuan, usia juga jenjang pendidikan. Perlu juga mengidentifikasi ketersediaan sumber pendukung seperti gambar, animasi, video, dll.
- Mengumpulkan bahan pendukung sesuai dengan kebutuhan materi dan sasaran seperti video, gambar, animasi, suara. Pengumpulan bahan tersebut dapat dilakukan dengan cara mencari melalui internet (browsing), menggunakan yang sudah ada di direktori Anda, jika diperlukan memproduksi sendiri bahan-bahan yang diperlukan misalnya untuk kebutuhan video dengan shooting, rekaman audio, dan untuk kebutuhan gambar melalui scanning image. Bersamaan dengan itu dilakukan juga penyusunan materi yang diambil dari bahan utama misalnya buku, modul, makalah lengkap. Materi untuk powerpoint sebaiknya dikemas menjadi uraian pendek, pokok-pokok bahasan atau pointer-pointer.
- Setelah bahan terkumpul dan materi sudah dirangkum, selanjutnya proses pengerjaan di Powerpoint hingga selesai. Selanjutnya mengubah hasil akhir presentasi apakah dalam bentuk Slide Show, Web Pages, atau Executable File (exe).
- Setelah program selesai dibuat, tidak langsung digunakan sebaiknya dilakukan review program dari sisi bahasa, teks, tata letak, dan kebenaran konsep, selanjutnya di revisi dan siap digunakan.
Tips membuat media dengan power point:
- Gunakan background yang sederhana, kontras dan konsisten, hindari background yang rumit, mengganggu dan penuh.
- Gunakan huruf yang konsisten, sederhana, dan jelas seperti arial, verdana, Tahoma dan trabucet, jangan gunakan huruf yang rumit dan bersambung.
- Visualisasikan pesan Anda, jangan gunakan tulisan kecuali terpaksa
- Maksimalkan fitur power point seperti unsur gambar, video, animasi dan suara, tapi jangan berlebihan.
- Buatlah background atau template sendiri untuk meningkatkan daya tarik presentasi dan memperjelas pesan.
- Jika menggunakan latar dengan warna yang terang, maka gunakanlah teks dengan intensitas yang gelap, demikian sebaliknya.
- Gunakanlah warna untuk memperindah tampilan sekaligus memberikan fokus pada penyajian. Tapi jangan terlalu banyak karena akan terkesan ramai dan mengganggu sajian materi. Gunakan warna kontras atau warna yang serasi
- Hindari kombinasi warna lebih dari 3 dalam satu slide
- Gunakanlah huruf-huruf yang memiliki karakter jelas dan tegas, seperti arial, Tahoma atau verdana hindari karakter atau jenis font dekoratif karena lebih sulit dibaca.
- Besar huruf minimal 24 untuk kalimat dan 40 untuk judul
- Maksimal 6 kalimat dan 25 kata dalam satu slide
- Gunakan kata-kata yang powerful
Penggunaan multimedia dengan powerpoint dalam proses pembelajaran akan menjadikan pembelajaran PAI lebih berwarna karena bisa dikombinasikan dengan video, suara, animasi, yang berfungsi bukan hanya untuk menarik perhatian tetapi juga untuk memperjelas objek yang dipelajari.
Penutup
Mata pelajaran PAI cenderung menjadi mata pelajaran yang dianggap tidak penting oleh siswa dibanding dengan mata pelajaran lain khususnya mata pelajaran yang masuk dalam ujian nasional (UN). Siswa lebih banyak menghabiskan waktu untuk menguasai mata pelajaran yang di-UN-kan dengan mengikuti bimbel, try out, dan jam tambahan.
Merupakan tugas yang tidak ringan bagi guru PAI untuk menjadikan siswa memiliki perhatian yang sama kepada mata pelajaran PAI diantara mata pelajaran-mata pelajaran lain. Tentu saja hal yang perlu dilakukan oleh para guru PAI adalah menjadikan mata pelajaran PAI sebagai mata pelajaran yang dibutuhkan oleh siswa dengan cara penyampaian yang menggugah disamping penyelenggaraan proses pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Dengan cara seperti itu maka mata pelajaran PAI akan menjadi mata pelajaran pavorit yang selalu ditunggu-tunggu. Sehingga penambahan jam PAI dalam kurikulum 2013 bukan menjadi beban bagi siswa melainkan sebuah kabar baik yang menggembirakan.
DAFTAR PUSTAKA
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007
Hamalik, O, (1994) Media Pendidikan, cetakan ke-7. Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya
Bakti.
Harto, Kasinyo dan Abdurrahmasyah, 2009. “Metodologi Pembelajaran Berbasis Aktiv
Learning : Arah baru pembelajaran PAI di sekolah dan madrasah”, Palembang :
Grafika Telindo.
Munadi, Yudhi. 2008. Media Pembelajaran, Sebuah Pendekatan Baru, Gaung Persada Press, Ciputat.
Prent, K. Dkk. 1969. Kamus Latin-Indonesia. Penerbit Kanisius. Jakarta.
Smaldino, Sharon E, dkk. 2008. Instructional Technology and Media for Learning. Pearson Merrill Prentice Hall. Ohio.
0 komentar:
Posting Komentar